.

Kamis, 02 Juni 2016

REVITALISASI PENYULUH PERTANIAN

REVITALISASI PENYULUHAN PERTANIAN
MENUJU KEMANDIRIAN PETANI
(Oleh : Listiyo Aji, SP)




Latar Belakang
Kegiatan pembangunan dalam bidang apapun yang dilaksanakan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia secara individu dan kemasyarakatan pada umumnya. Paradigma pembangunan pertanian telah bergeser dari orientasi peningkatan produksi ke paradigma baru yaitu lebih berorientasi pada peningkatan pendapatan dan penerapan sistim agribisnis. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dalam proses pembangunan saat ini lebih mempunyai mandat untuk menyelenggarakan pendidikan non formal kepada masyarakat petani, nelayan keluarga tani dan mayarakat luas khususnya di pedesaan pada umumnya.
Ada kecenderungan petani tidak mempunyai pengetahuan serta wawasan yang memadai untuk dapat memahami permasalahn mereka, memikirkan permasalahannya, atau memilih pemecahan masalah yang paling tepat untuk mencapai tujuan mereka. Ada kemungkinan pengetahuan mereka berdasarkan kepada informasi yang keliru karena kurangnya pengalaman, pendidikan, atau faktor budaya lainnya. Terbatasnya pengetahuan, sikap dan keterampilan petani, sangat berpengaruh terhadap kemampuan untuk berusaha tani yang lebih baiksehingga kualitas, kuantitas produksi pertanian berkurang dan tidak berorientasi agribisnis (Ir. Musa N.H. Djari, M.Si : Penyuluh Pertanian vs Pertanian Berkelanjutan).
Melihat uraian diatas timbul beberapa pertanyaan apakah penyuluh ini sudah dibekali pengetahuan dan ketrampilan untuk terjadinya transformasi sosial dengan transfer ilmu pengetahuan dan program yang akan dilaksanakan dilingkungan masyarakat tani kita? Lebih lanjut tantangan yang dihadapi para penyuluh sebagai ujung tombak pelaksanaan kegiatan ditingkat masyarakat akan berhadapan dengan kenyataan bahwa dalam kehidupan masyarakat tani kita juga telah berkembang dan terjadi banyak sekali perubahan-perubahan yang mengaburkan arti atau kategori dari petani itu sendiri. Faktor lain yang menjadi tantangan penyuluh pertanian adalah masalah motivasi dan cara pandang dari petani itu sendiri terhadap usaha pertaniannya. Cara pandang petani tentang usaha taninya belum berorientasi pada agribisnis seperti yang ingin dicapai pada paradigma baru penyuluhan pertanian.
Pada masa lalu petani dapat didifinisikan sebagai kelompok masyarakat yang penghasilan utamanya adalah bercocok tanam atau penghasilan utamanya sangat tergantung dari sektor pertanian secara luas. Namun demikian dalam perkembangannya saat ini banyak masyarakat pedesaan yang termasuk kategori petani karena mempunyai lahan pertanian dan atau mengerjakan lahan pertanian namun sebagian besar waktu dan sumber pendapatan utamanya berasal dari luar pertanian antara lain usaha perdagangan, kerajinan dan bekerja musiman dibidang bangunan. Ada dua manfaat yang kita dapat bila kita dapat mendiskripsikan petani dengan baik :
Pertama : akan menyadarkan kita bahwa ada beragam golongan masyarakat dipedesaan ditinjau dari aspek penguasaaan lahan dan faktor penciri lainnya. Dari masing-masing kelompok ini memerlukan pendekatan yang spesifik dalam upaya pemberdayaannya.
Kedua     :  dengan terdiskripsinya petani akan menyadarakan pengambil kebijakan untuk dapat merumuskan program-program pembangunan dengan orientasi berkelanjutan dan tepat sasaran.
Pertanyaan kita sekarang, bagaimanakah wujud dari “orang-orang yang dikategorikan bekerja di sektor pertanian” tersebut di atas, apakah mereka itu petani?. Bagaimanakah konsep kita tentang petani itu sendiri?. Kalaupun mereka dikategorikan sebagai petani, apakah mereka sepenuhnya mencurahkan waktunya hanya untuk kegiatan pertanian dan penghasilannya hanya berasal dari pertanian?. Konsep ini perlu kita kritisi, karena salah satu hal yang menghambat pengembangan kegiatan pertanian selama ini adalah karena kurang jelasnya batasan kita tentang petani itu sendiri, sebagai kelompok sasaran dari kegiatan Departemen Pertanian. Selain itu, kejelasan tentang batasan petani dan kelompok mata pencaharian lainnya ini menjadi penting, karena selama ini telah terjadi kerancuan dalam melihat persoalan masyarakat pedesaan dan pertanian pada umumnya. (Erizal Jamal : siapakah yang disebut petani itu?)
Memandang petani sebagai manusia dapat ditelusuri kedudukannya selaku pribadi, selaku anggota keluarga dan selaku anggota masyarakat. Petani selaku pribadi selalu memiliki rasa, karsa dan cipta yang mendorong untuk berpikir, bercita-cita serta yang menuntutnya untuk selalu berusaha, bekerja dan berkreasi. Hal ini berguna untuk mempertahankan dan menjamin kelangsungan kehidupannya serta untuk dapat mencapai tingkat kesejahteraan lahir dan batin yang dinilai lebih memuaskan.
Masih banyak para Penyuluh Pertanian yang kurang memperhatikan dan memahami tentang pengertian ”petani” sehingga seringkali pengertian petani diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi farmer yang sebenarnya sangat berbeda sekali dengan petani yang dalam arti peasant. Farmer adalah gambaran yang diberikan oleh AT.Mosher (1984) yaitu petani yang berperan sebagai : juru tani, pengelola dan anggota masyarakat. Gambaran tersebut mengungkapkan bahwa farmer adalah petani pengusaha, yang menjalankan usaha pertanian sebagai suatu perusahaan, sehingga untung rugi senantiasa menjadi pertimbangan di dalam menjalankan usahanya dan memproduksi hasil pertanian dengan orientasi pasar. Hal tersebut berbeda jauh dengan pendapat Dr. Samsi Hariadi dari UGM Yogyakarta, ia melukiskan peasent yaitu petani kecil sebagai produsen pertanian, menguasai lahan sempit dengan orientasi produksi untuk mencukupi kebutuhan keluarga, bersifat subsistem. Oleh karena itu, peran seorang Penyuluh Pertanian adalah merubah ”peasant” menjadi ”farmer”, dari petani yang orientasi hasilnya untuk memenuhi kebutuhan hidup dirubah orientasi hasil untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Berarti juga merubah moral petani ”safety first” menjadi ”profit oriented”. (Warsana, SP : Strategi melakukan Penyuluhan untuk Petani kecil).



Konsep Kemandirian Petani



Sistem penyuluhan pertanian di dalam otonomi daerah adalah sistem penyuluhan pertanian yang digerakkan oleh petani dengan demikian petani harus dimampukan, diberdayakan, sehingga petani memiliki keahlian-keahlian yang dapat menyumbangkan kegiatannya ke arah usahatani yang modern dan mampu bersaing, mampu menjalin jaringan kerja sama diantara sesama petani maupun dengan kelembagaan sumber ilmu/teknologi, serta mata rantai agribisnis yang peluangnya tersedia. Jadi pada akhirnya petani akan menyelenggarakan sendiri kegiatan penyuluhan pertanian, dari petani, oleh petani dan untuk petani (konsep Penyuluh Swakarsa) (Ir. Musa N.H. Djari, M.Si : Penyuluh Pertanian vs Pertanian Berkelanjutan).
Dari latar belakang kondisi petani dan paradigma baru tentang penyuluhan pertanian maka kemandirian petani menjadi tujuan atau target yang akan dicapai untuk kesiapan petani kita dalam era globalisasi dan  persaingan bebas. Target tersebut bukan suatu hal yang mustahil untuk dicapai sejauh kita telah memahami makna dari kemandirian dan adanya pembelajaran bersama dari semua pihak yang terlibat. Dalam proses pemberdayaan masyarakat, konsep kemandirian dapat diartikan antara lain sebagai kondisi atau situasi dimana :
·         Masyarakat telah mampu mengekspresikan kemandiriannya secara pro aktif dan partisipatif, masyarakat mampu menggalang potensi lokal maupun dari luar melalui kemitraan.
·         Masyarakat  telah memiliki jaringan sosial ekonomi yang luas yaitu berhasil membangun kemitraan dengan berbagai pihak.
·         Masyarakat telah mampu melakukan control social terhadap berbagai program pembangunan diwilayahnya.
Dari pengertian kemandirian tersebut diatas dapat dicapai manakala masyarakat sudah berdaya yaitu kondisi atau situasi dimana :
·         Masyarakat telah pro aktif, mampu berorganisasi dan mengembangkan asset serta potensinya (perubahan perilaku)

·         Masyarakat telah mempunyai kapasitas pengetahuan dan ketrampilan  yang baik (perubahan pola pikir)




Timbul banyak pertanyaan dalam perjalanan menuju masyarakat berdaya ke masyarakat mandiri antara lain bagaimana kemandirian tersebut dapat dicapai?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita harus mempunyai strategi yang baik sehingga proses pemberdayaan dan transformasi sosial dapat tercapai menuju kemandirian masyarakat tani. Salah satu strategi adalah dengan peningkatan kapasitas penyuluh pertanian sehingga peranan  dari penyuluh pertanian sebagai fasilitator, motivator dan sebagai pendukung gerak usaha petani merupakan titik sentral dalam memberikan penyuluhan kepada petani – nelayan akan pentingnya berusaha tani dengan memperhatikan kelestarian dari sumber daya alam. Kesalahan dalam memberikan penyuluhan kepada petani – nelayan akan menimbulkan dampak negatif dan merusak lingkungan. Proses penyelenggaraan penyuluhan pertanian dapat berjalan dengan baik dan benar apabila didukung dengan tenaga penyuluh yang profesional, kelembagaan penyuluh yang handal, materi penyuluhan yang terus-menerus mengalir, sistem penyelenggaraan penyuluhan yang benar serta metode penyuluhan yang tepat dan manajemen penyuluhan yang polivalen. Dengan demikian penyuluhan pertanian sangat penting artinya dalam memberikan modal bagi petani dan keluargannya, sehingga memiliki kemampuan menolong dirinya sendiri untuk mencapai tujuan dalam memperbaiki kesejahteraan hidup petani dan keluarganya, tanpa harus merusak lingkungan di sekitarnya (Ir. Musa N.H. Djari, M.Si : Penyuluh Pertanian vs Pertanian Berkelanjutan).



Kesimpulan
Kehadiran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) ditengah-tengah masyarakat tani masih sangat dibutuhkan untuk meningkatkan sumber daya manusia (petani) sehingga mampu mengelola sumber daya alam yang ada secara intensif demi tercapainya peningkatan produktifitas dan pendapatan atau tercapainya ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi.

Dimasa sekarang dan yang akan datang tugas Penyuluh Pertanian tidak ringan karena harus mampu merubah petani ”peasant” menjadi ”farmer” yang berjiwa wirausaha. Kondisi sosiologis masyarakat pedesaan seperti pola kehidupan yang sebagian besar ”peasant” interaksi didalam masyarakat desa dan dengan luar desa merupakan kondisi sosiologis yang harus dipahami Penyuluh Pertanian agar dapat mewujudkan petani tangguh di era globalisasi.

Peningkatan kapasitas dan peran penyuluhan sebagai fasilitator, motivator dan transfer pengetahuan serta informasi menjadi sangat vital dalam rangka memandirikan petani.


Pustaka

Ir. Musa N.H. Djari, M.Si, Penyuluh Pertanian vs Pertanian Berkelanjutan.

Erizal Jamal, Siapakah yang disebut petani itu?, Sinar Tani, Edisi 5-11 April 2006, No. 3144, Tahun XXXVI.

Warsana, SP,  Strategi melakukan Penyuluhan untuk Petani kecil, Sinar Tani, 9 Januari 2008.


Tentang Penulis :
Listiyo Aji, SP adalah salah seorang pegiat Desa yang berkecimpung dalam dunia Pemberdayaan Masyarakat lebih dari 15 tahun dimulai sejak tahun 1999. Saat ini beliau bekerja di salah satu program nasional pemberdayaan yaitu sebagai Askot Sosial Kab. Pekalongan Program KOTAKU yang sebelumnya adalah P2KP, PNPM-MP, P2KKP.

Ucapan Terima Kasih :
PED mengucapkan banyak terima kasih kepada mas Listiyo Aji yang telah berkenan memberikan kontribusi ide, gagasan dengan mengirimkan artikelnya ke PED sehingga dapat memperkaya dalam upaya peningkatan kapasitas para pelaku atau pegiat desa. Semoga tulisan dari mas Listiyo Aji ini dapat memicu yang lain untuk memberikan kontribusi ide, gagasan dan pemikiran dalam bentuk tulisan. PED akan sangat senang sekali jika ada yang ingin berbagi pengalaman, sharing pendapat terkait perkembangan desa ataupun bagi masyarakat yang ingin memasarkan produknya agar lebih dapat dikenal secara luas.

Semoga bermanfaat…

Salam Desa Mandiri…


Kenalkan PRODUKMU pada DUNIA
Maka DUNIA akan mengenal PRODUKMU

Ingin pasarkan PRODUKMU…?
Ingin iklan GRATIS…?
Kontrak Iklan SELAMANYA…?

Kirimkan artikel produkmu di
Melalui email :

2 komentar: