MENUJU DESA MANDIRI
A.
LATAR BELAKANG
Proses perubahan di
pedesaan tidaklah terjadi secara otomatis, melainkan lebih diakibatkan oleh
berlakunya berbagai faktor yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Pujo Suharso, 2002).
Sebagian cendekiawan
menekankan pada peranan faktor internal yang dipandang sebagai faktor yang
dapat menentukan sekaligus menghambat proses perubahan di pedesaan ini.
Sedangkan cendekiawan lain menekankan pada hubungan antara proses social dan
ekonomis di pedesaan dengan penguasaan sumber-sumber ekonomis oleh pelapisan
atas di kota-kota sehingga menimbulkan perubahan di desa, yang kadang-kadang
perubahan tersebut bisa menimbulkan hubungan yang eksploitatif (Joe Midgal,
1974).
Menurut pendekatan
neoklasik, diantara faktor-faktor internal yang penting yang mendorong
perubahan di desa itu adalah pertumbuhan penduduk yang cepat yang kemudian
mengakibatkan man/women-land ratio
yang semakin menyempit dan menyempitnya pemilikan tanah, dan mulai tidak
mempunyai sumber-sumber di pedesaan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat desa
(Hayami & Kikuchi, 1987).
Sementara faktor-faktor
eksternal yang dianggap memiliki kontribusi cukup berarti dalam mendorong
perubahan di pedesaan pada dasarnya mencakup aspek teknologis dan perluasan kapitalisme.
Bagi para penganut pendekatan neo populis percaya bahwa penyebaran teknologi
merupakan faktor penting yang menjadikan daerah pedesaan berubah dari kondisi
semula. Sedangkan bagi para penganut pendekatan neomarxis cenderung lebih
menekankan ekspansi kapitalisme sebagai penyebab terjadinya perubahan di
pedesaan.
Selain faktor-faktor
eksternal tersebut di atas, dewasa ini banyak cendekiawan yang menaruh
perhatian pada peran Negara (state
centered) yang diwujudkan dalam ekspansi birokrasi sebagai faktor eksternal
yang penting lainnya yang menyebabkan perubahan di pedesaan. Hart (1986)
misalnya, mengatakan bahwa perluasan program-program pembangunan pemerintah dan
perubahan posisi pemerintahan desa dari lembaga kepemimpinan masyarakat otonom
menjadi ujung tombak struktur birokrasi.
Sekalipun tidak ada
faktor internal maupun eksternal yang begitu deterministik dalam mempengaruhi
perubahan yang ada di pedesaan, namun banyak ahli yang sepakat bahwa
program-program pembangunan pemerintah bagi pembangunan pedesaan termasuk di
dalamnya introduksi teknologi pertanian baru yang diperkenalkan pemerintah dan
perluasan-perluasan peran Negara serta penetrasi kapitalisme di pedesaan yang
manifestasinya seragam menduduki posisi sentral (Hopkins, et. All, 1979).
Sejalan dengan Wertheim
(1997); asliya 1964) yang mengatakan “Apabila intervensi Negara merupakan suatu
unsur menentukan dalam menghasilkan pertumbuhan ekonomi dalam dunia dewasa ini,
maka sangatlah mungkin bahwa perkembangan-perkembangan yang lalu di dunia barat
tidaklah semata-mata disebabkan oleh kapitalisme swasta sebagaimana umumnya
dianggap oleh para pemantau barat yang tumbuh dalam suatu dunia yang memandang
prakarsa/inisiatif swasta sebagai kunci penentu bagi pertumbuhan ekonomi”
Di sisi lain gagasan tentang
pembaharuan desa telah lama bertebaran. Banyak individu maupun lembaga telah
lama mempromosikan pembaharuan agraria sebagai jalan untuk menciptakan keadilan
sosial bagi rakyat desa. Kini, di era reformasi lebih banyak elemen masyarakat
membikin wacana pembaharuan desa semakin membahana. Fokus perhatian pembaharuan
desa sekarang tidak hanya pada pembaharuan agraria, melainkan juga mengusung
desentralisasi dan demokratisasi ke level desa. Desentralisasi merupakan
kekuatan untuk “membela” desa di hadapan pemerintah supradesa, sedangkan
demokratisasi adalah kekuatan alternative untuk “melawan” desa terutama untuk
memperkuat partisipasi masyarakat dalam urusan pemerintahan dan pembangunan
desa (Sutoro Eko, 2000).
Kutipan diatas
menunjukkan bahwa ada pergeseran isu dalam mengusung pembaharuan desa dimana
dari isu reforma agraria yang mungkin sifatnya agak cenderung sektoral bergeser
ke arah yang asumsinya lebih luas yaitu desentralisasi dan demokratisasi. Namun
ada hal yang menarik dimana ada kata membela
desa dengan kekuatan desentralisasi dan melawan
desa dengan demokratisasi. Ketika desentralisasi dijadikan sebagai kekuatan
untuk membela desa dihadapan pemerintah supradesa[1], secara eksplisit
menunjukkan adanya ketimpangan struktural dimana ada proses negaranisasi
terhadap desa. Pola penaklukan desa yang mengakibatkan adanya ketimpangan
struktural sebenarnya sudah berlangsung sejak zaman pra kolonial. Dari kacamata
ekonomi politik, letak ketimpangan strukstural bisa dilihat dalam table
berikut:
Eksternal
|
Internal
|
|
Ekonomi
|
Kapitalisasi dan
eksploitasi terhadap sumberdaya (tanah dan penduduk) desa
|
Ketimpangan
penguasaan asset desa antara kelompok kaya dan miskin
|
Politik
|
Sentralisasi,
birokratisasi, intervensi dan korporatisasi Negara terhadap desa
|
Domiasi elite local
terhadap proses politik di desa.
Partisipasi
masyarakat sangat lemah.
|
Desa sudah lama
menghadapi ketimpangan ekonomi-politik akibat masuknya kekuasaan (negara) dan
kekayaan (modal). Bagan diatas memperlihatkan empat bentuk ketimpangan
ekonomi-politik baik secara internal maupun eksternal. Kuadran I
(ekonomi-ekternal) menggambarkan kapitalisasi dan eksploitasi terhadap
sumberdaya (penduduk dan tanah) desa. Kuadran II (politik eksternal)
memperlihatkan pengendalian penguasa supradesa terhadap entitas desa melalui
sentralisasi, birokratisasi, intervensi dan korporatisasi. Kuadran III
(ekonomi-internal) memotret ketimpangan social ekonomi yang terjadi di dalam
desa, antara si kaya dan si miskin. Kuadran IV (politik-internal) menunjukkan
oligarki dan dominasi dalam proses politik di desa yang memperlemah partisipasi
(voice, akses dan kontrol) rakyat
biasa (ordinary people).
Dari berbagai macam
pendapat diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa perubahan desa tidak terjadi
secara otomatis, namun ada beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu :
1.
Faktor
internal dan
2.
Faktor
eksternal.
a.
Adanya
ekspansi kapitalisme
b.
Adanya
peran Negara
UU No.06 Th.2014 lahir
atas prakarsa dari pemerintah dalam upaya mengatasi persoalan-persoalan yang
dihadapi desa selama ini. Artinya ada faktor eksternal dimana ada peran Negara
yang nantinya akan mempengaruhi perubahan desa. Lantas apakah yang menjadi
latar belakang Negara sehingga UU tersebut disyahkan? Ada beberapa persoalan
yang harus dipecahkan bersama terkait dengan:
I. Secara
fundamental:
1.
Apa
visi reformasi kebijakan desa untuk memperbaiki masa depan desa?
2.
Apa
makna dan relevansi otonomi desa bagi kehidupan rakyat desa, maupun bagi
survival ability dari bangsa dalam menghadapi globalisasi?
3.
Apa
prinsip-prinsip dasar yang sebaiknya dimasukkan dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa dan penghidupan masyarakat desa?
4.
Bagaimana
mensinergikan pemberdayaan masyarakat dan pemerintahan desa sebagai satu
kesatuan utuh untuk mempercepat pembangunan desa?
5.
Mengapa
paradigma penyelenggaraan pemerintahan desa menuju kemandirian belum berjalan
secara efektif?
II. Secara
struktural
1.
Bagaimana
mewujudkan kedaulatan rakyat di level desa yang menjadi cita-cita para founding
fathers, amanat konstitusi serta kehendak rakyat?
2.
Bagaimana
memulihkan dan memperkuat kembali basis penghidupan berkelanjutan bagi
masyarakat desa yang selama ini telah mengalami involusi?
3.
Mengapa
peran para pelaku di desa (pemerintahan desa, pihak swasta dan masyarakatnya)
belum optimal dalam mendukung penyelenggaraan otonomi daerah?
4.
Bagaimana
meningkatkan peran pemerintahan desa sebagai ujung tombak pemerintahan di
atasnya dalam rangka menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat?
III. Secara
institusional
1.
Bagaimana
kedudukan (posisi) desa yang tepat dalam konteks ketatanegaraan dan semesta
desentralisasi di Indonesia? Apakah desa berada dalam subsistem pemerintahan
kabupaten/kota atau sebagai subsistem NKRI?
2.
Bagaimana
memperkuat kewenangan desa agar dapat lebih berdaya dalam mengatur dan mengurus
dirinya sendiri? Bagaimana mengembalikan dan mengembangkan prinsip subsidiarity
dalam rangka memperkuat kewenangan desa. Bagaimana skema pembagian (penyerahan)
kewenangan, perencanaan dan keuangan kepala desa?
3.
Bagaimana
memperkuat peran lembaga-lembaga yang ada di desa (institution building) dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat?
Bagaimana mensinergikan peren lembaga-lembaga bentukan asli yang ada di desa?
4.
Bagaimana
relasi antara pemerintah nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa
yang memungkinkan penguatan otonomi desa? Bagaimana mengembangkan prinsip
kerjasama desa dalam memecahkan masalah dan mengembangkan networking antar desa?
5.
Bagaimana
posisi dan peran desa dalam skema pembangunan nasional dan pembangunan daerah
yang memungkinkan desa dan masyarakat menjadi subyek yang mandiri dan kuat?
6.
Apa
sumber-sumber ekonomi yang seharusnya diserahkan dan dikembangkan sebagai
penopang basis penghidupan masyarakat, pembangunan dan kesejahteraan?
7.
Apa
makna, prinsip dasar dan format demokrasi yang tepat di era desa yang
memungkinkan tumbuhnya pemerintahan desa yang kuat dan rakyat desa yang
berdaulat? Apakah model demokrasi permusyawaratan atau demokrasi perwakilan?
Bagaimana pula memperkuat partisipasi (voice,
akses dan kontrol) kelompok-kelompok marginal (perempuan, kaum miskin, petani,
dll) dalam proses politik dan perencanaan pembangunan desa?
8.
Bagaimana
posisi dan peran lembaga-lembaga kemasyarakatan desa?
9.
Bagaimana
skema birokrasi (perangkat) desa yang kondusif bagi efektifitas penyelenggaraan
pemerintahan, pelayanan publik dan pelaksanaan pembangunan desa?
Berangkat dari berbagai macam
persoalan yang ada tersebut maka terkait dengan implementasi pelaksanaan UU
No.06 Th.2014 tentang desa perlu dilakukan pengawalan dalam upaya merealisasikan
desentralisasi dan demokratisasi desa.
B.
FOKUS
Agar pembahasan dalam
penulisan ini tidak terlalu meluas maka penulisan ini difokuskan pada masalah struktur
kelembagaan desa. Guna mempermudah pembahasan diperlukan seperangkat pertanyaan
sebagai berikut :
1.
Bagaimana
skema pembagian (penyerahan) kewenangan, perencanaan dan keuangan kepala desa
serta bagaimana skema birokrasi (perangkat) desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan, pelayanan publik dan pelaksanaan pembangunan desa?
2.
Bagaimana
peran lembaga-lembaga yang ada di desa (institution building) dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
serta bagaimana sinergitas peran lembaga-lembaga bentukan asli yang ada di
desa.
3.
Bagaimana
relasi antara pemerintah nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa
yang memungkinkan penguatan otonomi desa serta bagaimana prinsip kerjasama desa
dalam memecahkan masalah dan mengembangkan networking
antar desa.
4.
Apakah
ada sumber-sumber ekonomi yang bisa diserahkan dan dikembangkan sebagai
penopang basis penghidupan masyarakat, pembangunan dan kesejahteraan.
5.
Bagaimana
partisipasi (voice, akses dan
kontrol) kelompok-kelompok marginal (perempuan, kaum miskin, petani, dll) dalam
proses politik dan perencanaan pembangunan desa.
C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1.
Mempelajari
bagaimana skema pembagian (penyerahan) kewenangan, perencanaan dan keuangan
kepala desa serta bagaimana skema birokrasi (perangkat) desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan, pelayanan public dan pelaksanaan pembangunan desa?
2.
Mempelajari
bagaimana peran lembaga-lembaga yang ada di desa (institution building) dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
serta bagaimana sinergitas peran lembaga-lembaga bentukan asli yang ada di
desa.
3.
Mempelajari
bagaimana relasi antara pemerintah nasional, provinsi, kabupaten/kota,
kecamatan dan desa yang memungkinkan penguatan otonomi desa serta bagaimana prinsip
kerjasama desa dalam memecahkan masalah dan mengembangkan networking antar desa.
4.
Mengidentifikasi
apakah ada sumber-sumber ekonomi yang bisa diserahkan dan dikembangkan sebagai
penopang basis penghidupan masyarakat, pembangunan dan kesejahteraan.
5.
Mempelajari
bagaimana partisipasi (voice, akses
dan kontrol) kelompok-kelompok marginal (perempuan, kaum miskin, petani, dll)
dalam proses politik dan perencanaan pembangunan desa.
6.
Menemukan
simpul-simpul kritis kelembagaan desa serta membuat model penguatan kelembagaan
desa dalam konteks implementasi UU No.06 Tahun 2014 tentang Desa.
[1] Supradesa
adalah pemerintahan diatas desa yang dalam hal ini adalah pemerintah daerah
kabupaten / kota, provinsi hingga pemerintahan pusat.
Kenalkan PRODUKMU pada DUNIA
Maka DUNIA akan mengenal PRODUKMU
Ingin pasarkan PRODUKMU…?
Ingin iklan GRATIS…?
Kontrak Iklan SELAMANYA…?
Kirimkan artikel produkmu di
Melalui email :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar