BATIK TEGALAN
Gambar :
bahankain.com
Sekilas Kata
Tidak terasa ternyata sudah 9 tahun saya tinggal di kabupaten
Tegal. Tepatnya sejak bulan Maret 2007 hingga sekarang (2016) dan secara secara
definitive sudah menjadi warga kabupaten Tegal. Hal inilah yang mungkin membuat
saya semakin mencintai kultur dan budaya masyarakat kabupaten Tegal. Salah satu
yang menjadi warisan budaya yang hingga saat ini masih eksis dan dilestarikan karena
sebagai salah satu penopang kehidupan masyarakat adalah Batik Tegalan. Selain sebagai penopang kehidupan masyarakat
khususnya bagi pengrajin, sekarang batik menjadi sebuah life style dalam dunia
fashion di tengah-tengah arus pertarungan globalisasi. Dulu banyak anak-anak
muda malu untuk memakai batik karena mungkin dianggap jadul dan ketinggalan
model serta terkesan lebih tua. Namun sekarang banyak generasi muda yang bangga
dengan memakai batik karena kelihatan keren.
Dilihat dari perkembangan batik yang ada, batik Tegal tidak
begitu pesat jika dibandingkan dengan batik Pekalongan, Jogja, Solo dan yang
lainnya. Namun demikian batik Tegal tetaplah mengalami perkembangan dan menuju
pada proses kemajuan yang lebih baik. Hal inilah yang membuat saya tertarik
untuk mengetahui lebih jauh tentang sejarah & seluk-beluk batik Tegalan.
Berbagai literasi coba saya cari, tetapi mungkin karena faktor keterbatasan
akses sumber data yang ada dan keterbatasan saya sendiri karena faktor
kesibukan pekerjaan utama sebagai seorang buruh kontrak maka saya mohon maaf
jika dalam tulisan saya ini kurang lengkap dan masih banyak yang harus
dilengkapi dari berbagai referensi lain. Selain itu juga saya bukanlah seorang
ahli sejarah, maka sekali lagi saya mohon maaf jika masih banyak kekurangan. Tetapi
walaupun saya bukanlah seorang ahli sejarah, menurut subyektivitas saya kiranya
akan sangat bagus jika ada penelitian tersendiri yang fokus pada sejarah dan
perkembangan batik Tegalan yang nantinya bisa dijadikan referensi bagi generasi
penerus untuk lebih mencintai budaya khususnya batik Tegalan.
Dalam tulisan ini saya hanya murni menggunakan referensi yang
bersumber dari website atau blog yang berkaitan tentang batik. Saya tidak punya
satu buku apapun yang berkaitan tentang batik apalagi batik Tegalan. Untuk itu
saya secara pribadi mohon maaf kepada semuanya terlebih kepada yang memiliki
tulisan-tulisan jika saya menggunakannya sebagai referensi. Bukan bermaksud
untuk mengkooptasi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), tetapi lebih kepada
niat saya untuk mengenalkan batik Tegalan agar semakin dikenal oleh banyak
orang. Tujuan yang lebih penting lagi adalah agar sebisa mungkin memberikan
aksesibilitas pasar dan meningkatkan produktifitas para pengrajin batik Tegalan
kepada khalayak umum di tengah-tengah arus globalisasi.
Baiklah sekarang mari kita mulai perjalanan wisata budaya kita
ke masa lampau tentang sejarah batik Tegalan. Tetapi sebelum melihat sejarah
batik Tegalan, mari kita tengok sejarah batik yang ada di Nusantara ini.
Selamat menikmati perjalanan wisata budaya ini semoga dapat menemukan
pengalaman yang mengasyikkan.
Etimologi
Kata "batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba", yang bermakna "menulis" dan "titik" yang bermakna "titik".
Kata "batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba", yang bermakna "menulis" dan "titik" yang bermakna "titik".
Pengertian Batik
Walaupun banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang
pengertian batik, namun mereka mempunyai tujuan yang sama dalam ungkapan yang
berbeda-beda.
Disebutkan oleh Yudoseputro (2000 : 98) bahwa batik berarti
gambar yang ditulis pada kain dengan mempergunakan malam sebagai media
sekaligus penutup kain batik. Selain itu, seorang ahli seni rupa mengemukakan
bahwa seni batik merupakan hasil kebudayaan bangsa Indonesia yang tinggi
nilainya. Karena itu sudah selayaknya ditingkatkan dan dikembangkan (Widodo,
1983 : 1).
Adapun sebuah buku yang mengatakan bahwa batik adalah bahan
sandang yang dibuat berupa tekstil untuk keperluan kelengkapan hidup
sehari-hari. Tekstil yang dibuat dengan teknik atau proses batik untuk sandang
tersebut, berupa kain penutup badan, hiasan rumah tangga, dan perlengkapan lain
yang semuanya dimaksudkan untuk memperindah.
Ditinjau dari Sejarah
Kebudayaan
Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparta menyatakan bahwa sebelum
masuknya kebudayaan India bangsa Indonesia telah mengenal teknik membuat kain
batik (Widodo, 1983 : 2).
Ditinjau dari design
batik dan proses “Loax-resist tehnique”
Prof. Dr. Alfred Steinmann mengemukakan bahwa : Telah ada semacam batik di Jepang pada zaman dinasti Nara
yang disebut “Ro-Kechr”, di China pada zaman dinasti T’ang, di Bangkok dan
Turkestan Timur. Design batik dari daerah-daerah tersebut pada umumnya bermotif
geometris, sedang batik Indonesia lebih banyak variasinya. Batik dari India
Selatan (baru mulai dibuat tahun 1516 di Palekat dan Gujarat) Adalah sejenis
kain batik lukisan lilin yang terkenal dengan nama batik Palekat. Perkembangan
batik India mencapai puncaknya pada abad 17-19.
Daerah-daerah di Indonesia yang tidak terpengaruh kebudayaan India, ada produksi batik pula, misalnya di Toraja, daerah Sulawesi, Irian dan Sumatera. Tidak terdapat persamaan ornamen batik Indonesia dengan ornamen batik India. Misal : di India tidak terdapat tumpal, pohon hayat, caruda, dan isen-isen cece serta sawut.
Daerah-daerah di Indonesia yang tidak terpengaruh kebudayaan India, ada produksi batik pula, misalnya di Toraja, daerah Sulawesi, Irian dan Sumatera. Tidak terdapat persamaan ornamen batik Indonesia dengan ornamen batik India. Misal : di India tidak terdapat tumpal, pohon hayat, caruda, dan isen-isen cece serta sawut.
Ditinjau dari sejarah
Baik Prof. M. Yamin maupun Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparta,
mengemukakan bahwa batik di Indonesia telah ada sejak zaman Sriwijaya,
Tiongkok pada zaman dinasti Sung atau T’ang (abad 7-9). Kota-kota penghasil
batik, antara lain : Pekalongan, Solo, Yogyakarta, Lasem, Banyumas, Purbalingga, Surakarta,
Cirebon, Tasikmalaya, Tulunggagung, Ponorogo, Jakarta, Tegal, Indramayu,
Ciamis, Garut, Kebumen, Purworejo, Klaten, Boyolali, Sidoarjo, Mojokerto,
Gresik, Kudus, dan Wonogiri (Widodo, 1983 : 2-3).
Sejarah batik diperkirakan dimulai pada zaman prasejarah dalam
bentuk prabatik dan mencapai hasil proses perkembangannya pada zaman Hindu.
Sesuai dengan lingkungan seni budaya zaman Hindu seni batik merupakan karya
seni Istana. Dengan bakuan tradisi yang diteruskan pada zaman Islam. Hasil yang
telah dicapai pada zaman Hindu, baik teknis maupun estetis, pada zaman Islam
dikembangkan dan diperbaharui dengan unsur-unsur baru (Yudaseputro, 2000 : 97).
Sejarah Batik Indonesia
Batik secara historis berasal
dari zaman nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII
yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau
pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam
sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak
lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang
menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui
penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik
tulis seperti yang kita kenal sekarang ini.
Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun
corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah
yang amat beragam. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah
mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri
kekhususannya sendiri.
Perkembangan Batik di
Indonesia
Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan
kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan,
pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian
pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.
Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk
pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman
dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya
untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari
pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh
mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh
rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam
rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya
hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari,
baik wanita maupun pria.
Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil
tenunan sendiri. Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari
tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari : pohon
mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta
garamnya dibuat dari tanah lumpur.
Jadi kerajinan batik ini di
Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang
hingga kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi
milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad
ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik
tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah usai perang
dunia kesatu atau sekitar tahun 1920. Kini batik sudah
menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.
Mohon maaf agak menyimpang dari topik pembahasan tetapi menarik
bagi saya untuk dibahas di sini. Bahwa jika dilihat dari sejarah diatas,
kerajinan batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman
kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Adapun
mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya
suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang
dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap
dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920.
Sebagian
mungkin ada yang mempertanyakan : “terus apakah ada yang salah dengan tulisan
tersebut?” Yah, dalam hal ini saya tidak akan berbicara dalam konteks benar
atau salah. Tetapi saya akan mengajak berjalan-jalan sebentar ke Negara-negara
Eropa Barat, Amerika Utara dan Jepang. Dimana
pada saat yang sama saat masyarakat Inonesia baru mengenal batik (abad ke-XVIII
- XIX), Negara-negara Eropa barat, Amerika Utara dan Jepang sedang terjadi
Revolusi Industri secara besar-besaran antara tahun 1750 – 1850 di bidang
pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi dan teknologi. Dapat
dibayangkan begitu mencoloknya perbedaan yang terjadi di dunia barat dengan
yang ada di Indonesia. Masyarakat Indonesia pada saat itu masih berada dalam
system social yang feodal, struktur sosial masyarakat yang agraris dengan memakai
alat-alat yang bersifat tradisional. Sedangkan masyarakat di belahan dunia barat
sudah beralih dari system feodal ke system masyarakat liberal, terjadi
pergeseran dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industry dimana sudah
dapat membangun kapal dengan tenaga uap, rel kereta api, mesin pembakaran,
pembangkit tenaga listrik, dll. Akibat dari revolusi industry yang terjadi di
barat adalah adanya over produksi. Over produksi inilah yang kemudian
menyebabkan adanya ekspansi pasar secara besar-besaran yang pada akhirnya
muncul imperialisme kapitalisme dunia barat kepada dunia timur (Asia, Afrika
dan Negara-negara berkembang lainnya termasuk salah satunya adalah Indonesia). Terbukti
bahwa perusahaan dagang Hindia Timur Belanda (VOC) telah didirikan di Batavia pada
tahun 1602 yang tujuan utamanya adalah mempertahankan monopolinya terhadap
perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Oke, itu tadi sekilas sejarah yang
terjadi di dunia barat dimana pada saat yang sama menunjukkan situasi yang
sangat kontras dengan yang ada di Indonesia. Sekarang mari kembali ke
permasalahan batik yang ada di Indonesia.
Corak batik
Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh
asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan
beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir
menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada
akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh
Tionghoa, yang juga mempopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga
mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang
sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa
oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan
mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan
masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak
memiliki perlambangan masing-masing.
Klasifikasi batik :
Berdasarkan Cara Pembuatan
|
|
Batik Tulis
|
kain yang dihias dengan teksture dan corak batik
menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu kurang lebih 2-3
bulan.
|
Batik Cap
|
kain yang dihias dengan teksture dan corak batik yang
dibentuk dengan cap ( biasanya terbuat dari tembaga). Proses pembuatan batik
jenis ini membutuhkan waktu kurang lebih 2-3 hari.
|
Batik Lukis
|
proses pembuatan batik dengan cara langsung melukis pada
kain putih Pakmun (bicara).
|
Berdasarkan Asal
Pembuatan
|
|
Batik Jawa
|
Batik Jawa mempunyai motif-motif yang berbeda-beda.
Perbedaan motif ini biasa terjadi dikarnakan motif-motif itu mempunyai makna,
maksudnya bukan hanya sebuah gambar akan tetapi mengandung makna yang mereka
dapat dari leluhur mereka, yaitu penganut agama animisme, dinamisme atau
Hindu dan Buddha. Batik jawa banyak berkembang di daerah Solo atau yang biasa
disebut dengan batik Solo.
|
Batik Tegal
|
Batik Tegalan didominasi warna coklat dan biru. Ciri
khas lain batik Tegalan adalah berwarna-warni. Batik tulis Tegal atau Tegalan
itu dapat dikenali dari corak gambar atau motif rengrengan besar atau
melebar. Motif ini tak dimiliki daerah lain sehingga tampak eksklusif.
Motifnya banyak mangadaptasi dari aneka flora dan fauna disekitar kehidupan
masyarakat di kota Tegal. Motif Grudo (Garuda) dengan warna terang yang
mempertontonkan bentuk-bentuk sayap burung garuda dan motif Gribigan dengan
bentuk khas anyaman bambu dalam warna agak gelap. Budaya berpakaian batik di
Tegal dibawa Raja Amangkurat I (Sunan Amangkurat Mas) dari Keraton Kasunanan
Surakarta. Amangkurat yang saat itu menyusuri pantai utara membawa
pengikutnya yang di antaranya perajin batik.
|
Batik Madura
|
Wilayah yang termasuk Provinsi Jawa Timur ini juga
terkenal sebagai penghasil batik. Bahkan, produk batiknya memiliki ragam
warna dan motif yang tidak kalah dengan produksi daerah lain. Maklum, batik
Madura menggunakan pewarna alami sehingga warnanya cukup mencolok. Selain
warna yang mencolok, seperti kuning, merah atau hijau, batik Madura juga
memiliki perbendaharaan motif yang beragam. Misalnya, pucuk tombak, belah
ketupat, dan rajut. Bahkan, ada sejumlah motif mengangkat aneka flora dan fauna
yang ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Madura.
|
Batik Pacitan
|
Batik tulis khas pacitan tergolong jenis klasik seperti
Motif Sidomulyo, Sekar Jagat, Semen Romodan Kembang-Kembang.
|
Batik Sidoarjo
|
Sidoarjo juga punya Kampoeng batik dengan nama Batik
Jetis, Kampoeng ini memproduksi batik tulis dengan motif yang khas dari
Sidoarjo. Motif kain batik asal Jetis didominasi flora dan fauna khas
Sidoarjo yang memiliki warna-warna cerah, merah, hijau, kuning, dan hitam.
Motifnya juga motif kuno, tidak banyak perubahan dari motif yang dulu dipakai
oleh para pendahulu. Ada abangan dan ijo-ijoan (gaya Madura), motif beras
kutah, motif krubutan (campur-campur) lalu ada motif burung merak, dan
motif-motif lainnya.
|
Batik Banyuwangi
|
Tak banyak orang yang tahu, bahwa sejatinya Banyuwangi
merupakan salah satu daerah asal batik di Nusantara. Banyak motif asli batik
khas Bumi Blambangan. Namun hingga sekarang, baru 21 jenis motif batik asli
Banyuwangi yang diakui secara nasional. Jenis-jenis batik Banyuwangi itu salah
satunya antara lain: Gajah Oling; Kangkung Setingkes; Alas Kobong; Paras
Gempal; Kopi Pecah, dan lain-lain.
Semua nama motif dari batik asli Bumi blambangan ini
ternyata banyak dipengaruhi oleh kondisi alam. Misalnya, Batik Gajah Oling
yang cukup dikenal itu, motifnya berupa hewan seperti belut yang ukurannya
cukup besar. Motif Sembruk Cacing juga motifnya seperti cacing dan motif
Gedegan juga kayak gedeg (anyaman bambu). Motif-motif batik yang ada ini
merupakan cerminan kekayaan alam yang ada di Banyuwangi. Motif batik seperti
di Banyuwangi ini tidak akan ditemui di daerah lain dan merupakan khas
Banyuwangi.
|
Batik Mojokerto
|
Batik Mojokerto merupakan sebuah budaya kerajinan batik
yang sejarahnya berkembang dengan masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Keunikan
batik Mojokerto adalah pada nama-nama coraknya yang sangat asing dan aneh di
telinga sebagian orang. Misalnya gedeg rubuh, matahari, mrico bolong, pring
sedapur, grinsing, atau surya majapait. Batik Mojokerto kini memiliki 6 motif
yang telah dipatenkan, yakni pring sedapur, mrico bolong, sisik gringsing,
koro renteng, rawan indek dan matahari.
Desain batik itu Mojokerto mengambil corak alam sekitar
kehidupan manusia. Misalnya motif pring sedapur merupakan gambar rumpun bambu
dengan daun-daun menjuntai. Ada burung merak bertengger. Warna dasarnya putih
dengan batang bambu warna biru. Sedangkan daunnya warna biru dan hitam.
Demikian pula motif gedeg rubuh, coraknya mirip seperti anyaman bambu yang
miring. Kalau mrico bolong, motifnya berupa bulatan merica berlubang.
|
Batik Ponorogo
|
Batik Ponorogo terkenal dengan motif meraknya yang
diilhami dari kesenian reog yang menjadi ikon di daerah ini. Hingga kini
paling tidak sudah 25 corak batik Ponorogo diciptakan. Motif batik lainnya
antara lain merak tarung, merak romantis, sekar jagad, dan batik reog.
|
Nusa Tenggara
|
Daerah Nusa Tenggara juga memiliki batik dengan motif
khasnya sendiri. Contohnya adalah batik Sasambo (Sasak Samawa Mbojo) yang
dijadikan sebagai pakaian batik resmi lokal NTB. Di NTT, juga terdapat batik.
Bahkan setiap pulaunya bisa menghasilkan batik dengan keunikan masing-masing.
Pulau Sumba misalnya batik tenunnya khas dengan motif hewan. Pulau Rote khas
dengan motif daunnya.
|
Batik Tulungagung
|
Pesona batik Tulungagung terletak pada tingkat
keberanian memadukan warna untuk menghasilkan batik dengan warna yang
berbeda. Dari yang kebanyakan berwarna coklat maupun hitam, kini lebih berani
dengan memainkan warna yang lebih cerah. Beberapa motif yang paling banyak
dibuat di Tulungagung antara lain “buket ceprik gringsing”,”buket ceprik
pacit ungker”, serta “lereng buket”. Ketiga motif tersebut merupakan satu di
antara 86 motif yang dimiliki para perajin di Tulungagung.
Batik Tulungagung, Jawa Timur yang juga dikenal dengan
Barong Gung, kini mulai dilirik pengusaha timur tengah. Adalah pengusaha asal
Arab Saudi Talal Omar Al Yafee yang berniat memasarkan Barong Gung ke tanah
kelahirannya.
|
Batik Kalimantan
|
Selama ini yang terkenal hanyalah motif Batik dari pulau
Jawa. padahal Kalimantan juga memiliki motif yang tak kalah menarik dan khas.
Bila kain Batik Kalimatan Selatan terkenal dengan nama kain Sasirangan, kain
batik Kalimantan Tengah terkenal dengan nama Batik Benang Bintik-nya.
Motifnya pun variatif dengan warna-warna yang memanjakan selera. Motif yang
umum adalah Batang Garing (simbol batang kehidupan bagi masyarakat Dayak),
Mandau (senjata khas suku Dayak), Burung Enggang/Tingang (Elang Kalimantan),
dan Balanga. Warnanya lebih berani seperti shocking pink, hijau stabilo,
merah terang, oranye, dan masih banyak lagi.
|
Batik Sulawesi
|
Sulawesi juga memiliki motif batik yang beraneka ragama.
Sebagai contoh, batik Sulawesi Selatan memiliki motif-motif seperti Toraja,
Bugis dan Makassar. Batik Sulawesi Selatan umumnya menggunakan teknik
pembuatan yang sama dengan batik Jawa, namun tetap memiliki kekhasan sendiri.
Sedangkan di Sulawesi Tengah rata rata mendatangkan bahan baku tekstil batik
dari Jawa, namun pembuatan motifnya dilakukan oleh masyarakat pengrajin batik
di Sulawesi Tengah tepatnya di kota Palu dan motifnya sesuai dengan ciri khas
motif lokal Palu. Motif yang digunakan batik-batik di Sulawesi Tengah
kebanyakan menggambarkan motif burung maleo, motif bunga merayap, motif
resplang, motif ventilasi dan motif ukiran rumah adat Kaili ataupun motif
bunga dan buah cengkeh.
|
Batik Papua
|
Jangan salah, Papua juga memiliki batik dengan
motif-motifnya yang khas dan banyak diminati lokal maupun mancanegara.
Dibandingkan dengan corak batik dari daerah lainnya di Jawa, batik Papua
memiliki perbedaan corak yang cukup mencolok. Batik dari daerah ini cenderung
lebih gelap namun banyak memiliki motif yang terdiri dari gambaran patung.
Batik di Papua selama ini yang paling terkenal adalah batik motif Asmat. Warnanya lebih cokelat dengan kolaborasi warna tanah dan terakota. Soal pemilihan motif batik Papua banyak menggunakan simbol-simbol keramat dan ukiran khas Papua. Cecak atau buaya adalah salah satunya,selain tentu lingkaran-lingkaran besar.Bahannya macam-macam disesuaikan dengan permintaan pasar. |
Batik Bali
|
Di Bali, industri kerajinan batik dimulai sekitar dekade
1970-an. Industri tersebut dipelopori antara lain oleh Pande Ketut Krisna
dari Banjar Tegeha, Desa Batubulan, Sukawati – Gianyar, dengan teknik
tenun-cap menggunakan alat tenun manual yang dikenal dengan sebutan Alat
Tenun Bukan Mesin (ATBM). Kerapnya orang Bali mengenakan batik untuk
berupacara –sebagai bahan kain maupun udeng (ikat kepala), mendorong industri
batik di pulau ini terus berkembang dang maju. Kini di Bali telah tumbuh
puluhan industri Batik yang menampilkan corak-corak khas Bali, juga
corak-corak perpaduan Bali dengan luar Bali seperti Bali-Papua,
Bali-Pekalongan, dan lain-lain.
|
Batik Pekalongan
|
Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai
dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan batik sudah ada di Pekalongan
sekitar tahun 1800. Bahkan menurut data yang tercatat di Deperindag, motif
batik itu ada yang dibuat 1802, seperti motif pohon kecil berupa bahan baju.
|
Sejarah Batik Tegal
Sejarah dan Sentra Batik Tulis Batik Tegal.
Asal-usul batik tegal tidak bisa dipisahkan dari pengaruh Mataram, yaitu sejak
munculnya budaya berpakaian batik yang dibawa Raja Amangkurat I (Sunan
Amangkurat Mas dari Keraton Kasunanan Surakarta) ketika dalam pelarian ke Tegal
Arum. Amangkurat yang saat itu menyusuri pantai utara, membawa pengikut yang
diantaranya perajin batik. Perkembangan batik tulis tegal kemudian lebih
berkembang di tangan R. A. Kardinah sebagai isteri Bupati Tegal, R. M. Sajitno
Reksonegoro IX yang menjabat tahun 1908-1936. Pada tahun 1914, Kardinah
mendirikan sekolah putri Wisma Pranawa, orang biasa menyebutnya “Sekolah
Kepandaian Putri” dimana salah satu mata pelajaran dalam kurikulum mengajarkan
cara membatik. Dari sini batik tulis tegal menjadi lebih berkembang di
masyarakat, sehingga menjadi produk rakyat (Untung : 2009).
Di dalam
sekolah tersebut, Kardinah selain memberi pelajaran setara dengan Sekolah
Pribumi Kelas Dua pada masa pemerintah Belanda, juga memberi pelajaran praktik
membatik. Ada fasilitas untuk membatik seperti gudang dan los untuk
penyelesaian hasil-hasil pembatikan dengan soga (warna merah untuk batik) dan
wedel (warna hitam untuk batik).
Kota-kota
yang kita ketahui sebagai penghasil batik di Jawa telah banyak diketahui
masyarakat secara luas, baik corak maupun motifnya. Karena itu kita sering
luput mengamati kebudayaan daerah-daerah lain yang juga memiliki kreativitas
dalam seni membatik. Tegal merupakan salah satu contoh kota penghasil batik
yang cukup menarik untuk dikaji. Bukan saja motif dan coraknya yang berbeda
dari batik kota-kota lain, namun prilaku pembatik juga cukup menarik.
Mereka membuat batik hanya untuk kebutuhan keluarga, terutama bila akan mempunyai hajat seperti perkawinan dan sunatan. Batik merupakan sumbangan yang berharga bagi acara-acara penting dalam keluarga. Mereka secara tidak sadar memosisikan batik sebagai hasil karya seni yang nilainya tidak terukur. Kondisi ini dapat disaksikan di daerah-daerah perajin batik seperti Kalinyamat Wetan dan kelurahan Bandung Kecamatan Tegal Selatan.
Mereka membuat batik hanya untuk kebutuhan keluarga, terutama bila akan mempunyai hajat seperti perkawinan dan sunatan. Batik merupakan sumbangan yang berharga bagi acara-acara penting dalam keluarga. Mereka secara tidak sadar memosisikan batik sebagai hasil karya seni yang nilainya tidak terukur. Kondisi ini dapat disaksikan di daerah-daerah perajin batik seperti Kalinyamat Wetan dan kelurahan Bandung Kecamatan Tegal Selatan.
Mirip
Motif Keraton Walupun perkembangan batik Tegal berawal dari apa yang dilakukan
pengawal raja Mataram Amangkurat Pertama yang mengungsi ke Tegal. Ini yang
barangkali mengapa motif batik Tegal mirip dengan batik keraton yakni didominasi
warna hijau dan kecokelatan.
Namun
perkembangan berikutnya, para pembatik di kota ini, memberi motif batik dari
flora dan fauna. Para pembatik berekspresi tanpa beban makna dan kegunaan.
Perubahan corak, motif, dan dominasi warna batik Tegal tidak lepas dari
pengaruh Kardinah.
Warna
batik Tegal pertama kali sogan dan babaran abu-abu setelah dikenal nila pabrik,
kemudian meningkat menjadi warna merah-biru. Motif-motif batik Tegal, mempunyai
kekhasan, berbeda dengan daerah lain, sesuai dengan kondisi lingkungan si
pembuatnya. Motifnya lebih bersifat ekspresi pembatiknya dalam merespons
lingkungan, atau alam sekitar, flora dan fauna.
Di Tegal kita mengenal motif dapur ngebul, gribikan, cempaka putih, gruda (garuda), kawung, tapak kebo, semut runtung, sawatan, tumbar bolong, kawung, blarak sempal, kuku macan, beras mawur, ukel, batu pecah, kotakan, cecek awe, tambangan, grandilan, sawo rembet, buntoro, karung jenggot, kopi pecah, corak daun teh, poci, benang pedhot, mayang jambe dan corak lainnya.
Di Tegal kita mengenal motif dapur ngebul, gribikan, cempaka putih, gruda (garuda), kawung, tapak kebo, semut runtung, sawatan, tumbar bolong, kawung, blarak sempal, kuku macan, beras mawur, ukel, batu pecah, kotakan, cecek awe, tambangan, grandilan, sawo rembet, buntoro, karung jenggot, kopi pecah, corak daun teh, poci, benang pedhot, mayang jambe dan corak lainnya.
Walaupun
secara geografis Tegal lebih dekat dengan Cirebon atau Pekalongan, tetapi
motif-motif batik Tegal lebih ada kemiripan dengan batik Lasem, daerah yang
tidak jauh dari tempat kelahiran Kardinah (Jepara). Batik Lasem dikenal dengan
warna merahnya yang khas, seperti warna merah darah, dan tidak bisa ditiru
perajin batik kota lain. Motif batik Lasem yang mirip dengan batik Tegal
yaitu motif ‘’bunga batu pecah’’. Baik motif, corak, warna maupun
isen-isen-nya hampir sama dengan batik Tegal motif ‘’tumbar bolong’’. Motif
flora dan fauna Lasem mirip dengan batik Tegal, terutama pada isen-isen-nya.
Batik
sangat dipengaruhi oleh pembuatanya, demikian pula Kardinah, dia lebih suka
warna soga dan hitam, dan itulah yang kemudian dibawa ke Tegal, sehingga walupun
batik Kardinah ‘’diilhami’’ oleh batik Lasem, namun yang dikembangkan di Tegal
berbeda dari batik Lasem. Pada 1908 Kardinah pindah ke Tegal karena mengikuti
suaminya, Bupati Reksonegoro.
Sejak tahun itu pula Kardinah mengajari membatik bagi anak-anak wanita di lingkungan pendopo. Kebiasaan Kardinah membatik dilakukan sejak kecil. Bersama kakak-kakaknya, Kartini dan Roekmini. Kardinah sering membatik di serambi belakang kabupaten Jepara.
Mereka bertiga yang dikenal sebagai Tiga Serangkai ini memiliki kegemaran memakai kain batik hasil buatan sendiri. Dalam buku hariannya tertanggal ‘’Depok, September 1900’’ Dr N Andrian, seorang Indolog menulis tentang pertemuannya dengan Kartini, Kardinah dan Roekmini di Batavia, antara lain, bahwa mereka bertiga sama: berkebaya sutra putih berbunga-bunga jambu, berkonde dan berkalung emas tipis pada leher mereka, yang membuat mereka menjadi begitu cantik, dan ketiga-tiganya mengenakan sarung batik indah, buatan sendiri, bernawarna cokelat memikat (Surat, 6 November 1899, kepada Estella Zeehandelaar).
Buatan Sendiri Kardinah demikian pula kakak-kakaknya Kartini dan Roekmini, sebenarnya secara praktis telah tinggalkan kebangsawanannya, dan menjadi pekerja biasa di dalam kabupaten: membatik, mengurus kebun, menjadi koki, merawat keluarga yang sakit, dan sebagainya pekerjaan-pekerjaan yang tidak dikerjakan oleh anggota-angota keluarga bangsawan tinggi.
Sejak tahun itu pula Kardinah mengajari membatik bagi anak-anak wanita di lingkungan pendopo. Kebiasaan Kardinah membatik dilakukan sejak kecil. Bersama kakak-kakaknya, Kartini dan Roekmini. Kardinah sering membatik di serambi belakang kabupaten Jepara.
Mereka bertiga yang dikenal sebagai Tiga Serangkai ini memiliki kegemaran memakai kain batik hasil buatan sendiri. Dalam buku hariannya tertanggal ‘’Depok, September 1900’’ Dr N Andrian, seorang Indolog menulis tentang pertemuannya dengan Kartini, Kardinah dan Roekmini di Batavia, antara lain, bahwa mereka bertiga sama: berkebaya sutra putih berbunga-bunga jambu, berkonde dan berkalung emas tipis pada leher mereka, yang membuat mereka menjadi begitu cantik, dan ketiga-tiganya mengenakan sarung batik indah, buatan sendiri, bernawarna cokelat memikat (Surat, 6 November 1899, kepada Estella Zeehandelaar).
Buatan Sendiri Kardinah demikian pula kakak-kakaknya Kartini dan Roekmini, sebenarnya secara praktis telah tinggalkan kebangsawanannya, dan menjadi pekerja biasa di dalam kabupaten: membatik, mengurus kebun, menjadi koki, merawat keluarga yang sakit, dan sebagainya pekerjaan-pekerjaan yang tidak dikerjakan oleh anggota-angota keluarga bangsawan tinggi.
Kardinah
dan saudari-saudarinya selalu mengenakan sarung batik buatan sendiri, bukan
karena dengan demikian ia bisa pamer secara murah tentang kecakapannya
membatik, tetapi dan terutama sekali untuk membanggakan keunggulan seni rakyat
pribumi yang sejauh itu belum dikenal dan belum ditandingi oleh negeri manapun.
Kebanggaan itulah yang kemudian ditularkan kepada masyarakat Tegal lewat
sekolah Wismo Pranowo.
Upaya
Kardinah dalam memperkenalkan hasil karya batik anak-anak didiknya bukan saja
untuk dipakai sendiri tetapi juga dipamerkan. Tiap tahun suaminya bersama
dengan guru-guru Wismo Pranowo menyelenggarakan pasar malam di alun-alun Tegal.
Bersama dengan Perkumpulan Kesenian Hindia cabang Tegal mengadakan pameran di
Pekalongan dan Cirebon (Surat-surat Adik RA Kartini, Frits GP Jaquet 2005:
273).
Batik
Tegal sudah berabad lamanya dikenal di kota-kota besar di Indonesia. Pengenalan
batik Tegal tidak lepas dari perjuangan Kardinah. Bersama kakaknya, Kartini dan
Roekmini, Kardinah berupaya meningkatkan derajat dan peradaban rakyat
Indonesia.
Pikiran-pikiran
dan kegiatan Tiga Serangkai ini mengilhami pergerakan nasional yang ditandai dengan
berdiri Budi Utomo pada 1908. Sebelum ikrar Sumpah Pemuda 1928, mereka juga
telah menggalang persatuan dalam ‘’perkumpulan’’ Jong Java. (35)
— Yono
Daryono, aktivis budaya, tinggal di Tegal
Sumber:
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/07/22/73377/Semangat.Kardinah.untuk.Batik.Tegal
http://kolomkita.detik.com/baca/artikel/30/291/si_jarik_cantik
http://batik-tegalan.com
http://infotegal.com/2011/01/raden-ajeng-kardinah/
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/07/22/73377/Semangat.Kardinah.untuk.Batik.Tegal
http://kolomkita.detik.com/baca/artikel/30/291/si_jarik_cantik
http://batik-tegalan.com
http://infotegal.com/2011/01/raden-ajeng-kardinah/
Klasifikasi Batik Tegal
berdasarkan asal pembuatan / pengrajin :
a. Batik
lor :
Batik bengle (Motif kembar segitiga,
tutul kepyur, kecubung, kacang kacangan), batik pasangan (Motif kombinasi, burung merpati, gribikan, gedong kosong, dan
pulau seribu), serta batik
pesisiran di Kabupaten dan Kota Tegal lainnya kecuali batik tegal wangi.
Batik lor memiliki komposisi warna yang
beragam, sehingga batik ini dapat digolongkan ke dalam batik corak pesisiran.
Para perajin batik daerah ini, berusaha membuat kain batik dengan motif dengan
menyesuaikan selera konsumen. Sehingga hal ini menyebabkan batik lor lebih
berkembang dari batik kidul.
b. Batik
kidul :
Batik dukuh salam, batik pangkah (Motif sido lungguh, putihan rama, ukel als rama, pisang bali
putih, ukel cantel ringket), batik tegal wangi (Motif putih merakan, sido mukti, ukel godongan) dan batik pagianten (Motif kopi
pecah, parang angkrik, beras mawur).
Batik kidul lebih dikenal dengan corak
warnanya yang khas, yakni menggunakan warna putih, coklat dan hitam. Inilah
yang menjadi ciri khas batik kidul. Corak ini mirip dengan corak asli dari
keraton.
Rata-rata perajin batik kidul enggan untuk
membuat batik dengan corak warna lain karena dinilai bukan merupakan ciri khas
dari daerah mereka. Selain itu, mereka juga saat ini belum dapat memproduksi
batik dengan corak yang warna-warni, hal ini disebabkan karena mereka belum
mahir melakukan ‘proses colet’ yang mana akan membuat keragaman warna dari kain
batik itu sendiri.
Kemudian ada motif batik yang lain diantaranya
Motif
ambringan, belah ketupat, beras mawur, buntut bajing, dlorongan, alimahan,
gedong kosong, glodahan, grandilan, kepyuran, lambangan, kitiran,
pring-pringan, tambangan, dan lainnya.
Sumber :
Secara umum motif Batik
Tegal dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Motif
Klasik
-
Motif
irengan :
Yaitu motif
yang menggunakan warna coklat, biru dan hitam. Sementara gambar motifnya adalah
cempaka putih, cempaka mulya, semut runtung, ukel pyur, putihan, sawat candra
atau sawat ireng, gibrikan, jahe – jahenan, kawung melinjo, kawung endog,
buntat, manggaran, sidomukti putihan, sidomukti ukel, ukel wit – witan, udan
liris, kecubung, welut gumbel, rujak sente, parang angkik, parang, dan motif
kopi pecah.
-
Motif
Bangjo :
Motif Bangjo
yang lebih menggunakan warna merah, kuning, coklat, biru dan hijau. Untuk
gambar motifnya adalah semut runtung, beras mawur, cecek kawe, unian, sokaraja,
blarakan, tumbar bolong, tambangan, buntut bajing, galaran, kopi pecah, kawung
jenggot, jamblangan, dan motif wadas gempal.
b. Motif
Pengembangan
Motif batik pengembangan ini dipengaruhi oleh daerah
lain, tetapi dari masih mempertahankan pakem-pakem yang ada seperti motif khas
flora – fauna
Motif pengembangan
antara lain : kembang kertas, kawung melinjo, kawung ece, gedong kosong, manuk
emprit, manuk surwiti, sotong, cecek ngawe, blarak saleret, kembang pacar,
kipas – kipasan, manggaran, mayang jambe, galaran, grandil, semut runtung,
beras wutah, semut runtung, dan motif kawung kecik.
Sungguh perjalanan
wisata budaya masa lampau yang sangat luar biasa bagi saya. Semoga pengalaman
saya ini dapat membangun motivasi bagi diri saya untuk lebih mencintai budaya
kita sendiri. Anda tertarik untuk berwisata dengan saya? Ikuti perjalanan
wisata saya selanjutnya pada masalah motif dan makna filosofis yang terkandung
didalamnya. Semoga bermanfaat. Salam…
Kenalkan PRODUKMU pada DUNIA
Maka DUNIA akan mengenal PRODUKMU
Ingin
pasarkan PRODUKMU…?
Ingin iklan
GRATIS…?
Kontrak Iklan
SELAMANYA…?
Kirimkan
artikel produkmu di
Melalui
email :
Sumber :
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/07/22/73377/Semangat.Kardinah.untuk.Batik.Tegal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar