REVITALISASI PENYULUHAN PERTANIAN
MENUJU KEMANDIRIAN PETANI
(Oleh : Listiyo Aji, SP)
Latar Belakang
Kegiatan pembangunan dalam bidang
apapun yang dilaksanakan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup dan kesejahteraan manusia secara individu dan kemasyarakatan pada
umumnya. Paradigma pembangunan pertanian telah bergeser dari orientasi
peningkatan produksi ke paradigma baru yaitu lebih berorientasi pada
peningkatan pendapatan dan penerapan sistim agribisnis. Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL) dalam proses pembangunan saat ini lebih mempunyai mandat untuk
menyelenggarakan pendidikan non formal kepada masyarakat petani, nelayan
keluarga tani dan mayarakat luas khususnya di pedesaan pada umumnya.
Melihat uraian diatas timbul beberapa
pertanyaan apakah penyuluh ini sudah dibekali pengetahuan dan ketrampilan untuk
terjadinya transformasi sosial dengan transfer ilmu pengetahuan dan program
yang akan dilaksanakan dilingkungan masyarakat tani kita? Lebih lanjut
tantangan yang dihadapi para penyuluh sebagai ujung tombak pelaksanaan kegiatan
ditingkat masyarakat akan berhadapan dengan kenyataan bahwa dalam kehidupan masyarakat
tani kita juga telah berkembang dan terjadi banyak sekali perubahan-perubahan
yang mengaburkan arti atau kategori dari petani itu sendiri. Faktor lain yang
menjadi tantangan penyuluh pertanian adalah masalah motivasi dan cara pandang
dari petani itu sendiri terhadap usaha pertaniannya. Cara pandang petani
tentang usaha taninya belum berorientasi pada agribisnis seperti yang ingin
dicapai pada paradigma baru penyuluhan pertanian.
Pada
masa lalu petani dapat didifinisikan sebagai kelompok masyarakat yang
penghasilan utamanya adalah bercocok tanam atau penghasilan utamanya sangat
tergantung dari sektor pertanian secara luas. Namun demikian dalam
perkembangannya saat ini banyak masyarakat pedesaan yang termasuk kategori
petani karena mempunyai lahan pertanian dan atau mengerjakan lahan pertanian
namun sebagian besar waktu dan sumber pendapatan utamanya berasal dari luar
pertanian antara lain usaha perdagangan, kerajinan dan bekerja musiman dibidang
bangunan. Ada
dua manfaat yang kita dapat bila kita dapat mendiskripsikan petani dengan baik
:
Pertama : akan menyadarkan kita bahwa ada beragam golongan masyarakat
dipedesaan ditinjau dari aspek penguasaaan lahan dan faktor penciri lainnya.
Dari masing-masing kelompok ini memerlukan pendekatan yang spesifik dalam upaya
pemberdayaannya.
Kedua : dengan terdiskripsinya petani akan
menyadarakan pengambil kebijakan untuk dapat merumuskan program-program
pembangunan dengan orientasi berkelanjutan dan tepat sasaran.
Pertanyaan kita sekarang, bagaimanakah wujud
dari “orang-orang yang dikategorikan bekerja di sektor pertanian” tersebut di
atas, apakah mereka itu petani?. Bagaimanakah konsep kita tentang petani itu
sendiri?. Kalaupun mereka dikategorikan sebagai petani, apakah mereka
sepenuhnya mencurahkan waktunya hanya untuk kegiatan pertanian dan
penghasilannya hanya berasal dari pertanian?. Konsep ini perlu kita kritisi,
karena salah satu hal yang menghambat pengembangan kegiatan pertanian selama
ini adalah karena kurang jelasnya batasan kita tentang petani itu sendiri,
sebagai kelompok sasaran dari kegiatan Departemen Pertanian. Selain itu,
kejelasan tentang batasan petani dan kelompok mata pencaharian lainnya ini
menjadi penting, karena selama ini telah terjadi kerancuan dalam melihat
persoalan masyarakat pedesaan dan pertanian pada umumnya. (Erizal Jamal : siapakah yang disebut petani itu?)
Memandang petani sebagai manusia dapat
ditelusuri kedudukannya selaku pribadi, selaku anggota keluarga dan selaku
anggota masyarakat. Petani selaku pribadi selalu memiliki rasa, karsa dan cipta
yang mendorong untuk berpikir, bercita-cita serta yang menuntutnya untuk selalu
berusaha, bekerja dan berkreasi. Hal ini berguna untuk mempertahankan dan
menjamin kelangsungan kehidupannya serta untuk dapat mencapai tingkat
kesejahteraan lahir dan batin yang dinilai lebih memuaskan.
Masih banyak para Penyuluh Pertanian
yang kurang memperhatikan dan memahami tentang pengertian ”petani” sehingga
seringkali pengertian petani diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi farmer
yang sebenarnya sangat berbeda sekali dengan petani yang dalam arti peasant.
Farmer adalah gambaran yang diberikan oleh AT.Mosher (1984) yaitu petani yang
berperan sebagai : juru tani, pengelola dan anggota masyarakat. Gambaran
tersebut mengungkapkan bahwa farmer adalah petani pengusaha, yang
menjalankan usaha pertanian sebagai suatu perusahaan, sehingga untung rugi
senantiasa menjadi pertimbangan di dalam menjalankan usahanya dan memproduksi
hasil pertanian dengan orientasi pasar. Hal tersebut berbeda jauh dengan pendapat
Dr. Samsi Hariadi dari UGM Yogyakarta, ia melukiskan peasent yaitu
petani kecil sebagai produsen pertanian, menguasai lahan sempit dengan
orientasi produksi untuk mencukupi kebutuhan keluarga, bersifat subsistem. Oleh
karena itu, peran seorang Penyuluh Pertanian adalah merubah ”peasant” menjadi
”farmer”, dari petani yang orientasi hasilnya untuk memenuhi kebutuhan
hidup dirubah orientasi hasil untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya. Berarti juga merubah moral petani ”safety first” menjadi
”profit oriented”. (Warsana, SP : Strategi
melakukan Penyuluhan untuk Petani kecil).
Konsep Kemandirian Petani
Sistem
penyuluhan pertanian di dalam otonomi daerah adalah sistem penyuluhan pertanian
yang digerakkan oleh petani dengan demikian petani harus dimampukan,
diberdayakan, sehingga petani memiliki keahlian-keahlian yang dapat
menyumbangkan kegiatannya ke arah usahatani yang modern dan mampu bersaing,
mampu menjalin jaringan kerja sama diantara sesama petani maupun dengan
kelembagaan sumber ilmu/teknologi, serta mata rantai agribisnis yang peluangnya
tersedia. Jadi pada akhirnya petani akan menyelenggarakan sendiri kegiatan
penyuluhan pertanian, dari petani, oleh petani dan untuk petani (konsep
Penyuluh Swakarsa) (Ir. Musa N.H. Djari,
M.Si : Penyuluh Pertanian vs Pertanian Berkelanjutan).
Dari
latar belakang kondisi petani dan paradigma baru tentang penyuluhan pertanian
maka kemandirian petani menjadi tujuan atau target yang akan dicapai untuk
kesiapan petani kita dalam era globalisasi dan
persaingan bebas. Target tersebut bukan suatu hal yang mustahil untuk
dicapai sejauh kita telah memahami makna dari kemandirian dan adanya
pembelajaran bersama dari semua pihak yang terlibat. Dalam proses pemberdayaan
masyarakat, konsep kemandirian dapat diartikan antara lain sebagai kondisi atau
situasi dimana :
·
Masyarakat telah mampu mengekspresikan
kemandiriannya secara pro aktif dan partisipatif, masyarakat mampu menggalang
potensi lokal maupun dari luar melalui kemitraan.
·
Masyarakat telah memiliki jaringan sosial ekonomi yang
luas yaitu berhasil membangun kemitraan dengan berbagai pihak.
·
Masyarakat telah mampu melakukan
control social terhadap berbagai program pembangunan diwilayahnya.
Dari
pengertian kemandirian tersebut diatas dapat dicapai manakala masyarakat sudah
berdaya yaitu kondisi atau situasi dimana :
·
Masyarakat telah pro aktif, mampu
berorganisasi dan mengembangkan asset serta potensinya (perubahan perilaku)
·
Masyarakat telah mempunyai kapasitas
pengetahuan dan ketrampilan yang baik
(perubahan pola pikir)
Timbul
banyak pertanyaan dalam perjalanan menuju masyarakat berdaya ke masyarakat
mandiri antara lain bagaimana kemandirian tersebut dapat dicapai?
Untuk
menjawab pertanyaan tersebut kita harus mempunyai strategi yang baik sehingga
proses pemberdayaan dan transformasi sosial dapat tercapai menuju kemandirian
masyarakat tani. Salah satu strategi adalah dengan peningkatan kapasitas
penyuluh pertanian sehingga peranan dari
penyuluh pertanian sebagai fasilitator, motivator dan sebagai pendukung gerak
usaha petani merupakan titik sentral dalam memberikan penyuluhan kepada petani
– nelayan akan pentingnya berusaha tani dengan memperhatikan kelestarian dari
sumber daya alam. Kesalahan dalam memberikan penyuluhan kepada petani – nelayan
akan menimbulkan dampak negatif dan merusak lingkungan. Proses penyelenggaraan
penyuluhan pertanian dapat berjalan dengan baik dan benar apabila didukung
dengan tenaga penyuluh yang profesional, kelembagaan penyuluh yang handal,
materi penyuluhan yang terus-menerus mengalir, sistem penyelenggaraan
penyuluhan yang benar serta metode penyuluhan yang tepat dan manajemen
penyuluhan yang polivalen. Dengan demikian penyuluhan pertanian sangat penting
artinya dalam memberikan modal bagi petani dan keluargannya, sehingga memiliki
kemampuan menolong dirinya sendiri untuk mencapai tujuan dalam memperbaiki
kesejahteraan hidup petani dan keluarganya, tanpa harus merusak lingkungan di
sekitarnya (Ir. Musa N.H. Djari, M.Si :
Penyuluh Pertanian vs Pertanian Berkelanjutan).
Kesimpulan
Kehadiran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)
ditengah-tengah masyarakat tani masih sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
sumber daya manusia (petani) sehingga mampu mengelola sumber daya alam yang ada
secara intensif demi tercapainya peningkatan produktifitas dan pendapatan atau
tercapainya ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi.
Dimasa sekarang dan yang akan datang tugas
Penyuluh Pertanian tidak ringan karena harus mampu merubah petani ”peasant” menjadi
”farmer” yang berjiwa wirausaha. Kondisi sosiologis masyarakat pedesaan
seperti pola kehidupan yang sebagian besar ”peasant” interaksi didalam
masyarakat desa dan dengan luar desa merupakan kondisi sosiologis yang harus
dipahami Penyuluh Pertanian agar dapat mewujudkan petani tangguh di era
globalisasi.
Peningkatan kapasitas dan peran penyuluhan
sebagai fasilitator, motivator dan transfer pengetahuan serta informasi menjadi
sangat vital dalam rangka memandirikan petani.
Pustaka
Ir. Musa N.H. Djari, M.Si, Penyuluh
Pertanian vs Pertanian Berkelanjutan.
Erizal Jamal, Siapakah yang
disebut petani itu?, Sinar Tani, Edisi 5-11 April 2006, No. 3144, Tahun
XXXVI.
Warsana, SP, Strategi melakukan Penyuluhan untuk Petani
kecil, Sinar Tani, 9 Januari 2008.
Tentang
Penulis :
Listiyo Aji, SP adalah salah seorang pegiat Desa
yang berkecimpung dalam dunia Pemberdayaan Masyarakat lebih dari 15 tahun dimulai
sejak tahun 1999. Saat ini beliau bekerja di salah satu program nasional
pemberdayaan yaitu sebagai Askot Sosial Kab. Pekalongan Program KOTAKU yang
sebelumnya adalah P2KP, PNPM-MP, P2KKP.
Ucapan
Terima Kasih :
PED mengucapkan banyak terima kasih kepada
mas Listiyo Aji yang telah berkenan memberikan kontribusi ide, gagasan dengan
mengirimkan artikelnya ke PED sehingga dapat memperkaya dalam upaya peningkatan
kapasitas para pelaku atau pegiat desa. Semoga tulisan dari mas Listiyo Aji ini
dapat memicu yang lain untuk memberikan kontribusi ide, gagasan dan pemikiran
dalam bentuk tulisan. PED akan sangat senang sekali jika ada yang ingin berbagi
pengalaman, sharing pendapat terkait perkembangan desa ataupun bagi masyarakat
yang ingin memasarkan produknya agar lebih dapat dikenal secara luas.
Semoga bermanfaat…
Salam Desa Mandiri…
Kenalkan PRODUKMU pada DUNIA
Maka DUNIA akan mengenal PRODUKMU
Ingin
pasarkan PRODUKMU…?
Ingin iklan
GRATIS…?
Kontrak Iklan
SELAMANYA…?
Kirimkan
artikel produkmu di
Melalui
email :
dih...cepet nemen tayange
BalasHapusNgoa hahahaha...
BalasHapus